Rabu, 01 April 2009

Cerita Dari Utara Andalas


Foto by: Darwis Triadi
Tarutung

Di Kota Tarutung ibukota Kabupaten Tapanuli Utara Sumatera Utara ini tertinggal jejak masa lalu yang membentuk peradaban batak.

Kabupaten Tapanuli Utara memiliki berbagai potensi alam, budaya dan sejarah yang dapat digali serta dilestarikan untuk menjadi salah satu aset dalam mendukung pengembangan sektor pariwisata. Potensi tersebut sangat berhubungan dengan daya tarik dan nilai obyek-obyek wisata yang tersebar di Tapanuli Utara yang terdiri atas obyek wisata rohani, alam, sejarah serta hutan.

Keindahan perjalanan menuju Tarutung ibukota Kabupaten Tapanuli Utara mulai terasa saat mendekati Siantar. Apalagi saat memasuki penggalan sekitar Danau Toba, di daerah Prapat. Setelah hampir lima jam menempuh perjalanan dari Medan akhirnya sampai juga kaki ini menjejak kota Tarutung.Nuansa kebesaran pulau Andalas masih terasa kental memagari kota ini. Berdiri dalam jajaran daerah Rura Silundung serta dikelilingi oleh pegunungan hijau yang berdiri kokoh Tarutung memulai cerita.

Legenda kepahlawanan Sisingamangaraja menjadi cerita pembuka yang susah dipisahkan dari daerah ini. Kota Tarutung terdiri dari satu wilayah Kecamatan yang dibelah oleh aliran Sungai Sigeaon. Di kota ini ditemukan kantor Pusat HKBP lembaga gereja terbesar di Asia Tenggara. Tarutung juga dikenal sebagai daerah wisata rohani bagi kaum nasrani. Bukit Monumen Salib Kasih di puncak Dolok Si Atas Barita adalah salah satu tempat yang biasa dituju.

Sekitar 38 km dari kota Tarutung terletak lokasi panorama Huta Ginjang. Berada di Huta Ginjang serasa di obyek wisata Sipinsur Desa Pearung Kecamatan Paranginan Kabupaten Humbang Hasundutan. Karena dari kedua obyek wisata itu terlihat langsung enam kabupaten Taput, Humbang Hasundutan,Tobasa, Samosir, Dairi dan Simalungun. Lokasi Huta Ginjang seolah tertanam di angkasa raya. Karena dari sana kita bisa leluasa memandang Pulau Samosir, Danau Toba, Pulau Sibandang dan areal persawahan serta perumahan di pinggiran Danau Toba.

Keaslian wajah Tarutung makin terasa saat memasuki perkampungan, tempat para penduduk asli merenda hari-hari mereka. Interaksi sosial yang mereka jalin terbalut oleh kekentalan budaya asli yang relatif belum banyak tergores. Senyum ramah tak henti menyapa pada siapapun yang datang menyibak suasana desa mereka. Suasana ceria tetap tergaris jelas pun saat mereka tengah bekerja atau sekadar bercanda bercengkrama bersama keluarga.

Tatkala melewati sebuah bukit, dari balik-balik rerimbunan pohon dan tanaman perdu yang banyak tumbuh di pinggir jalan tampak hamparan padi mengkilat kuning. Tak terbayangkan seandainya sinar matahari pagi tengah jatuh di permukaan lukisan alam yang tenang itu. Meski belum sempat merasakannya tetapi keheningan sore itu tetap membiaskan eksotisme Tarutung. Cerita perjalanan ini seolah ditutup oleh keindahan mentari saat mulai menyusup di rerimbunan cakrawala dan meninggalkan garis ungu di langit.

Tidak ada komentar: