Foto & Naskah: Darwis Triadi
The Other Side of Kraton
Kerajaan Boko memang sudah tidak ada. Namun situs Kraton Ratu Boko masih memancarkan keanggunan dan keindahan. Perlu imajinasi kuat untuk menghadirkannya kembali secara utuh. Saya mencoba membangkitkan kenangan indah yang lama terpendam dari sisi yang berbeda melalui fotografi.
The Other Side of Kraton
Matahari belum masuk ke peraduannya meski sudah berada di ufuk barat. Lembutnya terpaan angin sejuk menampar gapura utama Kraton Ratu Boko. Kendati didirikan beberapa abad silam, gapura itu masih terliht kokoh. Begitu pula dengan benteng yang mengelilingi kraton yang terletak di atas bukit itu masih tampak kokoh.
Abhaya artinya tidak ada bahaya atau aman. Sedangkan Giri artinya bukit atau gunung. Sedangkan Vihara mempunyai arti sebagai biara. Sehingga Abhayagiri Vihara dapat diartikan sebagai biara pendeta agama Budha yang tentram yang terletak di atas bukit. Rakai Panangkaran sendiri adalah raja yang membangun Candi Borobudur, Candi Sewu dan Candi Kalasan.
Kemudian pada tahun 856-863, Abhayagiri Vihara itu berganti nama menjadi Kraton Walaing setelah diproklamasikan oleh Rakai Walaing Pu Kumbayani. Dari sana diperkirakan bahwa kawasan itu dikusai oleh semacam raja kecil Rakai Walaing.
Dari sisia-sisa yang tertinggal, di tempat ini masih tercermin bangunan khas kraton. Terbukti dengan adanya sebuah kepuntren (kolam renang) sedalam dua meter dengan ukuran 20 meter x 50 meter, sebuah “aula” (tetapi berada di ruang terbuka), gerbang utama, alun-alun, candi pembakaran, paseban, banungan pendopo dan gua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar