Rabu, 01 April 2009

Keajaiban Angkor Wat

Foto & Naskah: Darwis Triadi
Kamboja


Dari permulaan tahun 1300 sampai 1863, Kamboja dan Muang Thai seakan terikat dalam satu rumpun keluarga. Sehingga kebudayaan keduanya terkesan saling pengaruh-mempengaruhi.

Kamera ditanganku terus mengerjap merekam warna-warni keajaiban Kamboja. Seiring kaki melangkah, ketakjuban seperti tak pernah jeda menyapa mataku. Sungguh tak terbayangkan jika semua keindahan ini pernah menjerit ngeri, oleh letupan mesiu dan raungan pesta-pesta senjata.

Kini siapa yang menyangka gulungan awan kedamaian terasa begitu rindang memayungi Kamboja. Tak tersisa lagi gambaran porak poranda akibat perang saudara. Rangkuman cerita sedih itu telah mereka letakkan pada salah satu sudut sejarah. Dengan pemerintahan yang tersistemasi dalam garis monarki konstitusional. Kamboja terus menggeliat berbenah mengikis sisa-sisa tirani kekaisaran Khmer.

Dalam tata geografisnya, Kamboja bersinggungan dengan Thailand di bagian barat, Laos di utara, Vietnam sebelah timur, dan Teluk Thailand di selatan. Dengan demografis tersebut tak heran jika entitas budaya ketiga negara ini hampir sulit dibedakan. Salah satunya terbersit pada keberadaan kendaraan sederhana bernama tuk-tuk. Meski tak sepenuhnya sama, namun pemilihan nama dan bentuk transportasi Kamboja ini hampir serupa dengan tuk-tuk di Thailand.

Pembedanya, khusus tuk-tuk Kamboja sengaja menonjolkan paduan antara dua item kendaraan yang hampir sejenis. Yaitu alat transportasi yang tak disentuh mordenitas (kereta kayu) dengan alat transportasi yang kental akan ciri kemajuan teknologi (motor). Hasilnya, sebagai alat transportasi dua item ini mampu mengisi celah antara nilai budaya tradisional dan modern.

Pada pojok wajah Kamboja yang lain tersimpan bangunan tujuh keajaiban dunia. Keajaiban itu terpresentasikan dalam sebuah maha karya bernama Angkor Wat. Bangunan ini memang tak hanya indah tapi juga tersusun oleh tiang-tiang relijiusitas. Karena bentuk dasar Angkor Wat adalah candi tempat persembahyangan guna memuja sang pencipta.

Angkor Wat tidak berdiri sendiri karena tertanam bersama candi-candi lain di dalam kemegahan komplek Angkor Tom. Dan di komplek Angkor Tom berjajar berdampingan bangunan suci umat Budha, Hindu-Siwa serta pemuja Wisnu tanpa saling menindih. Terkumpulnya ragam kepercayaan dalam satu tempat, lebih disebabkan oleh perjalanan waktu yang membentuknya.

Pada abad ke 9, ketika Raja Jayawarman berkuasa, dia berusaha menyatukan bagian negara-ngara yang terpecah-pecah. Upaya ini dimanifestasikan dengan membangun istana serta kota di kawasan Angkor (Angkor Tom). Pembangunan besar ini tak bisa langsung rampung. Kemudian pada masa pemerintahan Indrawarman antara abad IX-X, pembangunan Angkor Tom bergulir kembali.

Pertama istana terasa lebih lengkap karena berdiri juga candi-candi, menara-menara dan dinding kota. Keindahan bangunan ini akhirnya terselesaikan tatkala tampuk kepemimpinan beralih ke Raja Suryawarman pada tahun 1112-1152. Aksentuasi terakhir digoreskan Raja Suryawarman terasa lebih lengkap oleh keindahan Angkor Wat.

Gerbang Angkor Wat tersusun hampir serupa dengan candi Prambanan di ranah Jawa. Hanya saja di dalam bangunan candi ini, terdapat pilar-pilar besar yang menopang bangunan secara tegap. Diantara ruang-ruang lengang Angkor Watt terduduk sebuah patung besar.

Tak sekadar bagian penghias candi patung ini pun menebarkan aroma magis area pemujaan. Sementara relief-relief yang terdapat pada dinding candi mengalirkan sebuah cerita. Suatu Legenda Mahabharata dan Ramayan yang dituturkan untuk menyelaraskan kedalaman filosofi hidup.

Pun sebagai tempat tinggal sang pencipta tempat ini selalu dikawal oleh biksu-biksu suci. Berbalut busana sederhana mereka membimbing umatnya mereguk ranum Nirwana. Kendati tak bisa dipungkiri, ada kalanya mereka juga muncul apa adanya. Karena pada dasarnya mereka tetap membawa satu sisi manusia biasa.

Tidak ada komentar: