Kamis, 02 April 2009

Api Perdamaian


Foto by: Darwis Triadi

Dalam era ilmu pengetahuan dan teknologi manusia tetap bisa menjadi kreatif dan produktif. Tanpa harus kehilangan rasa kemanusiaan sekaligus harta terbesarnya semenjak lahir, untuk terus mengumandangkan nilai-nilai perdamaian.

Bersama bergemanya dentang genta dan wewangian bunga, pendeta Sri Sri Ravi Shankar melangkah mendekati sebuah tungku besar dan meletakkan obor ditangannya pada tungku tersebut.

Api langsung berkobar membakar seluruh area tungku tanpa tersisa. Jilatan apipun kian membesar semakin menegaskan bahwa “Api Perdamaian” telah dihidupkan. Seketika aura kebajikan langsung berpendar, merebak mengisi setiap sisi pelataran Garuda Wisnu Kencana Park, Jimbaran Bali. Dan bagai terkesiap oleh magisnya, ratusan pasang mata tak henti menatap geliat api perdamaian yang tengah mengurai pesannya.

Perayaan pancaran api perdamaian sejatinya bersumber dari upacara "Homa Yadnya", sebuah ritual keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Sekarang dalam perayaannya walaupun masih dalam balutan ritual agama, pancaran api perdamaian mempunyai manifestasi yang jauh lebih besar yaitu menyatukan dunia dalam satu ikatan keluarga.

Dengan dipandu oleh pendeta Sri Sri Ravi Shankar seorang pemimpin spiritual di India dan pendiri The Art Living Foundation diharapkan bisa memberikan pancaran kedamaian kepada masyarakat dunia. Sekitar 5.000 umat, 700 orang diantaranya utusan dari 27 negara, mengikuti secara khidmat perayaan bertema “Mpu Kuturan untuk Bali 1.000 tahun ke depan”. Mpu Kuturan sendiri merupakan orang yang membangun dan meletakkan dasar ritual ini seribu tahun yang lalu.

Dia juga berjasa menata kembali tata kemasyarakatan di bidang spiritual (sosia religus) di masa pemerintahan Raja Udayana. Pada tahun Isaka 921 memimpin sebuah pertemuan besar di Samuan Tiga, Gianyar. Dihadiri oleh komponen masyarakat Bali pertemuan ini menyepakati tiga prinsip dalam menyembah Tuhan yang tunggal dalam wujud Brahma, Vishnu, dan Maheswara.

Banyak faktor yang membuat upacara perayaan Pancaran Api Perdamaian yang dipusatkan di Bali. Unsur kultur relijius pulau Bali sebagai tempat yang selalu dijadikan tujuan orang-orang suci untuk membangun peradaban ideal dan tata kemasyarakatan yang harmonis. Selain dikuatkan dengan bertepatannya umat Hindu Bali memperingati Hari Raya Saraswati, yaitu hari lahirnya ilmu pengetahuan. Dalam perayaan kali ini unsur-unsur alam sengaja disatukan dengan memadukan elemen ritual yang tumbuh dan berkembang di India dan Pulau Dewata.

Perayaan ini sekaligus menjadi momentum bagi umat manusia untuk mengukur dan merefleksikan diri sejauh mana dirinya telah melangkah mewarnai dunia ini. Saat ini penduduk dunia diperkirakan mencapai 6,8 miliar jiwa dan saling bersaing dalam suasana yang memiriskan.

Persengketaan antar suku, pengikisan nilai-nilai kemanusiaan, pertentangan matra ekonomi dan bergesernya pemahaman keagamaan. Pun ditambah dengan semakin menipisnya materi alam yang tersimpan dalam kandungan bumi. Perubahan cuaca yang sangat drastis serta pemanasan global meningkat setiap saat. Beberapa bagian dunia semakin tak tersentuh perkembangan teknologi dan perekonomiannya. Namun di sisi lain kesenjangan sosial semakin melebar.

Kedamaian adalah perwujudan hakiki bagi tiap insani. Kedamaian sangat mungkin didapatkan apabila masing-masing dari kita berani melakukan perubahan. Bukan hanya dalam takaran alam pikiran tetapi juga hati nurani.

Pada akhirnya pengalaman hidup dalam suasana harmonis akan mengkristal seperti tatanan "Tri Hita Karana". Dalam mengatur hubungan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa. Pun demikian dengan ritual "Homa Yadnya" diharapkan umat manusia mampu memahami konteks kekinian, mengulang peristiwa di Samuan Tiga, Kabupaten Gianyar, Bali, seribu tahun yang silam. Menjaga spirit keagamaan sekaligus membangun semanagat perdamaian dan kebersamaan.

1 komentar:

Randy Furco mengatakan...

Jesus Christ IS LORD.
AND THE CREATOR OF ALL THINGS.

All things were made by Him,through Him, and for Him.