Senin, 27 April 2009

See Bali And Be Part of It!


Foto-by: Darwis Triadi


Pada masa lalu, ungkapan terkenal di kalangan bangsa Eropa dan Amerika adalah, “See Bali before you die.” Kunjungi dan nikmati eksotisme Bali sebelum ajal menjemput.


Makanya di masa lalu kita mengenal kisah-kisah romantik dari perkawinan antar bangsa di Bali. Para artis dan seniman Eropa datang ke Bali, bertemu dengan para penari tradisional Bali. Mereka jatuh cinta kemudian beranak pinak dan meninggal di Bali.


Sebut saja kisah cinta pelukis asal Belgia, Adrien Le Mayeur De Merpes dengan penari Ni Polok pada 1930-an. Polok muda merupakan model lukisan Le Mayeur sampai kemudian cinta mereka semakin abadi. Sepeninggal Le Mayeur, Ni Polok memutuskan tidak menikah kembali dan terus menjaga lukisan-lukisan peninggalan suaminya di Museum di Sanur.


Kisah cinta lainnya hampir tipikal. Pelukis asal Spanyol, Antonio Blanco jatuh cinta pada modelnya, penari tradisional bernama: Ni Ronji. Blanco, pelukis Spanyol kelahiran Manila datang ke Bali dalam usia 41 tahun di tahun 1952. Ia jatuh cinta pada Bali, membangun rumahnya di atas sebuah bukit dan menikahi modelnya Ni Ronji.

Kisah cinta Blanco-Ronji tergolong bahagia. They lived happily ever after. Blanco meninggal dunia pada 10 Desember 1999 dalam usia 88 tahun. Ia meninggalkan istrinya, Ni Ronji, 4 putra-putri dan 9 cucu. Anda tentu dapat membayangkan keindahan hasil perpaduan kesempurnaan Catlonia Spanyol pada Blanco dan eksotisme Bali pada Ni Ronji yang menjelma pada anak dan cucu mereka.


Tidak semua kisah kawin antarbangsa di Bali berakhir dengan bahagia seperti Le Mayeur-Polok dan Blanco-Ronji. Lebih banyak lagi yang berantakan, meski belum ada survei tentang hal ini.

Namun yang pasti, perkawinan antarbangsa ini telah melahirkan satu generasi yang beru di Bali. Generasi yang tentunya akan menambah keindahan serta keunikan tersendiri buat Bali di luar ketradisionalannya.


Keindahan fashion kali ini di Majalah Prioritas BCA edisi 10 Mei-Juni 2006, memang terletak pada model, baju dan eksotisme lokasi pemotretan di Monumen Garuda Wisnu Kencana. Para model, Sabina, Georgina, Jade dan Tamara adalah perpaduan keindahan hasil perkawaninan antarbangsa.

Mereka mewarisi sosok kulit berwarna middle, perpaduan kulit tembaga dan kulit putih dengan bangun tubuh yang tinggi seperti orang tua yang berasal dari tanah seberang.


Dengan keindahan kulit dan sosok tubuh inilah pilihan baju tidak menjadi fokus utama. Kekontrasan warna lebih menjadi perhatian fotografer. Pilihan warna seperti merah yang dipilih Sabina dan Georgina dengan warna hitam cukup seronok bertumbukan dengan kulit mereka yang putih.

Buat Tamara yang mungkin gen kulit putihnya jauh lebih kuat, memang warna biru pada mini skirtnya menjadi teramat sangat kontras. Untungnya, kaki jenjang Tamara tidak kalah indah dengan gaunnya. Sementara Jade menjadi lebih tampil dengan bantuan semburat warna jingga di langit di atas bukit Unggasan, Jimbaran, tempat lokasi monumen Garuda Wisnu Kencana.


Patung ini sendiri merupakan karya pematung terkenal Bali, I Nyoman Nuarta. Patung Garuda Wisnu Kencana ini merupakan simbol dari misi penyelematan lingkungan dan dunia.


Patung ini terbuat dari campuran tembaga dan baja seberat 4.000 ton, dengan tinggi 75 meter dan lebar 60 meter. Dari Patung ini jarak pandangnya hingga 20 km sehingga dapat terlihat dari Kuta, Sanur, Nusa Dua hingga Tanah Lot.

Lokasi pemotretan di Memedi Café di Garuda Wisnu Kencana Culture Park ini, dipadukan dengan kecantikan para model blasteran serta keindahan cakrawala di langit bukit Unggasan, seakan membenarkan ungkapan, “See Bali..”


Model: Sabina, Georgina, Jade, Tamara. Busana: Koleksi pribadi.

1 komentar:

Ayumi Galuh mengatakan...

Wow really cool

http://www.tanahlot.net